Sejarah

Save The World By Saving Aqsa

Pembebasan Baitul Maqdis terjadi di bulan Rajab, tepatnya pada 27 Rajab tahun 583 H/1187 M. Sosok di balik peristiwa bersejarah ini adalah Shalahuddin Al-Ayyubi.
Shalahuddin Al-Ayyubi merupakan seorang khalifah sekaligus pemimpin dan pendiri Dinasti Ayyubiyah. Ia lahir dari seorang ayah yang bernama Najmuddin Ayyub (Najm al-Din Ayyub), tokoh berakhlak mulia yang menjadi pemimpin Benteng Tekrit di utara Irak.

Mengutip buku Shalahuddin Al-Ayyubi karya Muhammad Ash-Shayim, Shalahuddin Al-Ayyubi lahir pada tahun 532 M/1137 M. Ia lahir dengan mana Abul Muzhaffar Yusuf bin Najmuddin bin Ayyub bin Syaadi.

Shalahuddin Al-Ayyubi tumbuh dengan didikan yang baik dalam keluarga yang terhormat. Ia dapat menghafal Al-Qur’an di usianya yang ke sepuluh tahun. Sang ayah dan pamannya yang seorang pemimpin juga memperkenalkan cara-cara kepemimpinan mulai dari berenang, bela diri dan seni perang.

Sejak kecil, Salahuddin al-Ayyubi sudah mengenal kerasnya kehidupan. Bahkan, saat usianya masih 14 tahun, ia sudah ikut berperang membebaskan Damsyik. Ketika usianya mencapai 30 tahun, ia diangkat menjadi panglima dan gubernur di Mesir.

Keadaan Baitul Maqdis di Bawah Pasukan Salib

Pada masa itu, Baitul Maqdis dikuasai oleh Tentara Salib, orang Islam yang berada di sana hidup dalam penderitaan atas kekuasaan Godfey.

Selama hampir 90 tahun berada di bawah kekuasaan kaum Nasrani, penduduk Islam di Baitul Maqdis terlalu banyak mendapat perlakuan yang buruk dari mereka.

Menurut Gustave Le Bon (1841-1931), ahli antropologi asal Prancis, kaum Salib melakukan berbagai bentuk kezaliman, kerusakan dan penganiayaan. Semua penduduk Baitul Maqdis yang terdiri atas kaum Muslimin, bangsa Yahudi, dan orang-orang Kristiani yang tidak memberikan dukungan kepada tentara salib dibunuh. Penduduk yang jumlahnya mencapai 60.000 orang itu dibunuh dalam masa delapan hari saja, termasuk perempuan, anak-anak, dan orang tua.

Pembebasan Baitul Maqdis

Mengutip buku Mukjizat 1/3 Malam karya Agoes Noer Che, Shalahuddin Al-Ayyubi menyaksikan betapa kejamnya pasukan Salib terhadap penduduk yang tinggal di Baitul Maqdis.

Shalahuddin Al-Ayyubi mulai menyusun strategi untuk membebaskan Baitul Maqdis. Ia menyatukan beberapa daerah Islam yang sebelumnya berselisih mazhab dan bersekutu dengan kaum Kristiani. Setelah kekuatan tercapai, barulah ia membebaskan Baitul Maqdis.

Sebelum membebaskan Baitul Maqdis, pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan wilayah-wilayah yang diduduki oleh pasukan Salib terlebih dahulu. Selama perjalanan ke Baitul Maqdis, ia melakukan perjanjian damai dengan pasukan Salib, namun pasukan Salib mengingkarinya. Bahkan, saudara perempuannya yang hendak menunaikan ibadah haji pun ditangkap dan ditawan.

Hal tersebut membuat Salahuddin al-Ayyubi marah dan bermaksud menyerang pasukan Salib. Akhirnya, terjadilah pertempuran besar di Gunung Hittin antara pasukan Shalahuddin al-Ayyubi dengan pasukan Salib.

Dalam pertempuran tersebut, pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi keluar sebagai pemenang setelah menumpas pasukan Salib.

Setelah itu, Shalahuddin al-Ayyubi menuju Baitul Maqdis yang di dalamnya terdapat sekitar 60 ribu pasukan Salib yang di antaranya merupakan prajurit yang melarikan diri dari peperangan di Hittin. Setelah dikepung selama 40 hari, Baitul Maqdis akhirnya menyerah.

Awalnya, ia ingin menundukkan secara damai, namun mereka menolak dan justru mengajak perang. Terjadilah perang selama berminggu-minggu sehingga pasukan Salib terdesak dan mengajak berdamai.

Shalahuddin Al-Ayyubi terkenal sebagai panglima perang yang memiliki sifat berani, wara’, zuhud, khusyuk, pemurah, pemaaf, dan tegas. Dalam setiap peperangan, ia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anaknya akibat dibunuh oleh musuh. Ia akan bergerak dari satu ujung medan peperangan ke ujung yang lain untuk mengingatkan pasukannya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah SWT semata.