
Baitul Maqdis merupakan istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada Masjid Al-Aqsa dan Kota Yerusalem. Meski sejumlah ulama berbeda pendapat terkait batas-batas Baitul Maqdis, kawasan ini merupakan tempat yang dianggap suci oleh tiga agama samawi, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Sebelum masuk dalam wilayah Palestina, Baitul Maqdis merupakan bagian dari negeri Syam, yang dihuni oleh umat beragama yang berbeda. Pada awal penyebaran Islam, Baitul Maqdis berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Baitul Maqdis di Palestina berhasil dibebaskan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab Ra dari tangan Romawi pada tahun 16 Hijriah atau 637 Masehi.
Diawali Penaklukan Damaskus
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (634-644), pengaruh Islam berhasil diperluas ke utara. Perluasan wilayah bahkan mencapai Damaskus, ibu kota negara Suriah saat ini, dan Baitul Maqdis, yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Bizantium. Apabila membuka sejarahnya, peperangan antara tentara Bizantium dengan pasukan Islam sudah dimulai sejak Nabi Muhammad masih hidup. Sebelum membebaskan Baitul Maqdis, pada tahun 636, pasukan Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid melakukan pertempuran ke wilayah kekuasaan Kekaisaran Bizantium dan membuat Kota Damaskus takluk. Saat Kota Damaskus ditaklukkan, Khalifah Umar memberikan jaminan kepada para penduduknya berupa harta dan tempat ibadah dengan syarat mereka harus membayar upeti. Setelah penaklukan Damaskus, perluasan wilayah dilanjutkan pada tahun 637 ke Baitul Maqdis.
Baitul Maqdis dibebaskan oleh Umar
Penaklukan Baitul Maqdis dimulai dengan pengepungan Yerusalem yang dilakukan oleh Khalid bin Walid bersama pasukannya. Saat itu, ada Patriark Sophronius dan tentara Romawi yang berkuasa di Yerusalem. Ketika tentara Romawi melarikan diri ke Mesir, Patriark Sophronius sebagai petinggi umat Kristiani, berkata kepada Khalid bin Walid, Amru bin Ash, dan Abu Ubaidah, mengatakan dirinya mau berdamai, tetapi hanya jika Khalifah Umar datang langsung ke Yerusalem.
Umar bin Khattab pun memenuhi permintaan Patriark Sophronius.
Ia datang ke Yerusalem dengan pakaian yang sangat sederhana. Kesederhanaan itu membuat Sophronius kagum, karena Khalifah Umar dikenal sebagai pemimpin umat Islam yang disegani dan ditakuti. Setibanya Khalifah Umar di Yerusalem negosiasi damai dengan penduduk Baitul Maqdis pun dimulai. Perluasan wilayah Islam pada masa itu dimotivasi untuk membebaskan manusia dari kezaliman penguasa. Khalifah Umar berhasil membebaskan Baitul Maqdis dan seluruh penduduknya dari kezaliman penguasa Romawi, tanpa peperangan.
Jaminan Keselamatan Bagi Para Penduduk Baitul Maqdis
Selama proses penyerahan, Khalifah Umar bin Khattab memberikan jaminan perlindungan dan keamanan kepada orang Yahudi dan Kristen di Baitul Maqdis. Jaminan umar tersebut diucapkan di depan para sahabat, pasukan Islam, dan penduduk Baitul Maqdis. Jaminan perlindungan dan keamanan itu berlaku untuk diri mereka (individu), harta mereka, rumah, salib, gereja, dan semua tempat ibadah mereka. Artinya, gereja-gereja tidak akan dihuni, dihancurkan, atau diambil alih, umat Kristen dan Yahudi juga tidak akan dipaksa untuk mengubah agama mereka. Khalifah Umar tinggal di Baitul Maqdis selama beberapa hari.
Setelah itu, ia kembali ke Damaskus untuk menemui pasukannya yang bermarkas di sana
Kedamaian tercipta di Baitul Maqdis berkat kebijaksanaan pemimpin umat Islam, yang berjanji akan melindungi semua umat beragama di sana. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi dapat hidup berdampingan dan menggunakan tempat ibadahnya dengan leluasa tanpa gangguan. Sejak penaklukan Umar pada tahun 637 hingga 462 tahun berikutnya, umat Islam, Nasrani, dan Yahudi hidup berdampingan di Yerusalem. Yerusalem akhirnya ditaklukkan oleh tentara Salib pada masa Perang Salib I (1096-1102).